Pro Literasi. Jepara
kartini pandai membaca kondisi
di kesekitaran
mengungkapkannya pada bungkam
aksara lembar majalah,
pada hamparan koran, pada rahmat
yang mengeja surat
harapan sunyi yang mengembara
--kekal melintas waktu
persis seperti yang diteriakkan di
gua sunyi--baca …
2015
Kubah Ratap, Soreang
kenapa kanak suka menggambar
gunung? apa karena
itu julangan pengaling pembatas,
si tanda perspektif?
ataukah bawah sadar mengingatkan
ruh: jangan bersantai
--ketika masa kanak surut, segala
menjadi sulit
2015
Sebelum Bubung, Soreang
kadang terpikir--ini si perjalanan
yang penghabisan
bersandar pada kursi saat kereta
menuju bungkam
kampung yang jauh, anak yang
riuh. semua tidak terjangkau
lantas melambung. diserap zenith.
--bagai disentakkan lift
menjadi sunyi. sendiri. senantiasa
termangu
2015
Setapak, Soreang
rindu seperti setapak becek:
ngungun, memenjang. tapi
sering mengkerut. meski, kalau
kau tahu: hanya beberapa
mili saja. si yang bukan apa-apa
dibanding jarak
--hempangan ingin mengubur
semua muai. menguruk jurang
memeram rindu, menelan gigil
dengan membungkam depan
jembatan. raung di ujung rindu
: gumpalan beku
2015
Bumi Wiyata, Depok 1
hotel selalu mengingatkan
kepada pulang. jendela
terbuka, kebun sempit, ruap
sarapan, dan koran pagi
pematik hari. di sini hanya
rindu--berteman tv,
menyedu kopi, menunggu
waktu untuk pergi sarapan
--sendiri tanpa kawan untuk
bercakap. tanpa obrolan
2015
Bumi Wisata, Depok 2
di kamar tingkat empat: mendadak
teringat ungun dari
jerami basah, aroma tanah
lumpur mengering. ruap
keringat, senyum sepanjang
pematang dan setapak. asa
serta mantera. riang menabur
jelang paceklik datang
di sini aku kesepian. terkurung
yang serba steril
2015
Hutan UI, Depok
selangkah dari lantai gerbong
krd: sampai di ui,
di tengah hutan kota, ke dekat
kolam--resapan luka
serta kelebat hitam pisau belati
niat yang jahat
ketika siang habis, menjelang
malam tiba, ketika
penjaga lupa berkawal. hanya
satu langkah--meloncat
dari si gerbong, dari kerumunan
dan rangkulan nyaman
2015
--------
Beni Setia, lahir di Bandung, 1954. Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertanian Atas, Soreang, Bandung (1974). Ia menulis cerpen, puisi, dan esai sosial-budaya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Bukunya: Legiun Asing: Tiga Kumpulan Sajak (1987), Dinamika Gerak (1990), dan Harendong (1996). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Caruban, Madiun, Jawa Timur. Beni memilih menulis sebagai profesi tunggalnya.
Fajar Sumatera, Jumat, 29 Mei 2015.
kartini pandai membaca kondisi
di kesekitaran
mengungkapkannya pada bungkam
aksara lembar majalah,
pada hamparan koran, pada rahmat
yang mengeja surat
harapan sunyi yang mengembara
--kekal melintas waktu
persis seperti yang diteriakkan di
gua sunyi--baca …
2015
Kubah Ratap, Soreang
kenapa kanak suka menggambar
gunung? apa karena
itu julangan pengaling pembatas,
si tanda perspektif?
ataukah bawah sadar mengingatkan
ruh: jangan bersantai
--ketika masa kanak surut, segala
menjadi sulit
2015
Sebelum Bubung, Soreang
kadang terpikir--ini si perjalanan
yang penghabisan
bersandar pada kursi saat kereta
menuju bungkam
kampung yang jauh, anak yang
riuh. semua tidak terjangkau
lantas melambung. diserap zenith.
--bagai disentakkan lift
menjadi sunyi. sendiri. senantiasa
termangu
2015
Setapak, Soreang
rindu seperti setapak becek:
ngungun, memenjang. tapi
sering mengkerut. meski, kalau
kau tahu: hanya beberapa
mili saja. si yang bukan apa-apa
dibanding jarak
--hempangan ingin mengubur
semua muai. menguruk jurang
memeram rindu, menelan gigil
dengan membungkam depan
jembatan. raung di ujung rindu
: gumpalan beku
2015
Bumi Wiyata, Depok 1
hotel selalu mengingatkan
kepada pulang. jendela
terbuka, kebun sempit, ruap
sarapan, dan koran pagi
pematik hari. di sini hanya
rindu--berteman tv,
menyedu kopi, menunggu
waktu untuk pergi sarapan
--sendiri tanpa kawan untuk
bercakap. tanpa obrolan
2015
Bumi Wisata, Depok 2
di kamar tingkat empat: mendadak
teringat ungun dari
jerami basah, aroma tanah
lumpur mengering. ruap
keringat, senyum sepanjang
pematang dan setapak. asa
serta mantera. riang menabur
jelang paceklik datang
di sini aku kesepian. terkurung
yang serba steril
2015
Hutan UI, Depok
selangkah dari lantai gerbong
krd: sampai di ui,
di tengah hutan kota, ke dekat
kolam--resapan luka
serta kelebat hitam pisau belati
niat yang jahat
ketika siang habis, menjelang
malam tiba, ketika
penjaga lupa berkawal. hanya
satu langkah--meloncat
dari si gerbong, dari kerumunan
dan rangkulan nyaman
2015
--------
Beni Setia, lahir di Bandung, 1954. Ia menyelesaikan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertanian Atas, Soreang, Bandung (1974). Ia menulis cerpen, puisi, dan esai sosial-budaya dalam bahasa Indonesia dan bahasa Sunda. Bukunya: Legiun Asing: Tiga Kumpulan Sajak (1987), Dinamika Gerak (1990), dan Harendong (1996). Kini ia tinggal bersama keluarganya di Caruban, Madiun, Jawa Timur. Beni memilih menulis sebagai profesi tunggalnya.
Fajar Sumatera, Jumat, 29 Mei 2015.
No comments:
Post a Comment