Jalan Sunyi
8
PENGASAH
bagai pengasah akik
menanti hingga jadi
bergetar di jemarimu
pelan dan hatihati
kewaspadaan ilahi
mencapai hakiki
di pintu ke empat
tak lagi tersesat
berkilau sebagai akik
9
JALAN
setiap suap makanan
jalan menujumu lempang
setiap tetes minuman
langkahku jadi lembaran
sepanjang siang
aku simpan rindusayang
di meja makan ini
telah kulupakan
lapar dahaga karenamu
10
LAIL
malam,
hening meruncing
di ujung alif yang dingin
lam mim menuju rahasiamu
setiap sujud kulabuhkan
serasa wajahmu tak berjarak
dari rakaat ke rakaat
seperti berlabuh jiwaku
padamu
kekasih,
ingin kuhabisi malam ini
dengan hening yang belati
11
EMBUN
kukecup embun yang gugur
sejalan ke surau mencaricari
tiap nama kukenal
bibirku mengucapucap
lidahku mencecap
kasihmu tak terbilang
izinkan kusimpan tiap langkahku
di subuh ini yang berembun
menapaki siang
12
HANYA
tapi aku hanya setetes air
bertahan hingga waktu akhir
tetap basuh bibirku
agar santun tuturku
hanya sekosong lambung
tapi masih kokoh dayungku
mengarung gelombang
kuruntuhkan badai khianatku
biarkan setetes air tersisa
dan sekosong lambung menganga
jika kauberkenan, izinkan aku
menyudahi setiap aral
hingga tiba dalam pulangku
13
RAPUH
aku rapuh di dalam kokohmu tak berbanding
serupa patahan pohon di hutan, lapuk
dan berhumus
seperti batang besi di dasar laut, berkarat
hingga keropos
aku rapuh, sakit dalam lapar dan haus ini
terbayang ribuan taman hutan
: menawarkan pilihan
----------------
Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung. Buku puisi terbarunya: Pagi Lalu Cinta (2015) dan yang segera terbit: Jalan Sunyi.
Fajar Sumatera, Jumat, 31 Juli 2015
8
PENGASAH
bagai pengasah akik
menanti hingga jadi
bergetar di jemarimu
pelan dan hatihati
kewaspadaan ilahi
mencapai hakiki
di pintu ke empat
tak lagi tersesat
berkilau sebagai akik
9
JALAN
setiap suap makanan
jalan menujumu lempang
setiap tetes minuman
langkahku jadi lembaran
sepanjang siang
aku simpan rindusayang
di meja makan ini
telah kulupakan
lapar dahaga karenamu
10
LAIL
malam,
hening meruncing
di ujung alif yang dingin
lam mim menuju rahasiamu
setiap sujud kulabuhkan
serasa wajahmu tak berjarak
dari rakaat ke rakaat
seperti berlabuh jiwaku
padamu
kekasih,
ingin kuhabisi malam ini
dengan hening yang belati
11
EMBUN
kukecup embun yang gugur
sejalan ke surau mencaricari
tiap nama kukenal
bibirku mengucapucap
lidahku mencecap
kasihmu tak terbilang
izinkan kusimpan tiap langkahku
di subuh ini yang berembun
menapaki siang
12
HANYA
tapi aku hanya setetes air
bertahan hingga waktu akhir
tetap basuh bibirku
agar santun tuturku
hanya sekosong lambung
tapi masih kokoh dayungku
mengarung gelombang
kuruntuhkan badai khianatku
biarkan setetes air tersisa
dan sekosong lambung menganga
jika kauberkenan, izinkan aku
menyudahi setiap aral
hingga tiba dalam pulangku
13
RAPUH
aku rapuh di dalam kokohmu tak berbanding
serupa patahan pohon di hutan, lapuk
dan berhumus
seperti batang besi di dasar laut, berkarat
hingga keropos
aku rapuh, sakit dalam lapar dan haus ini
terbayang ribuan taman hutan
: menawarkan pilihan
----------------
Isbedy Stiawan ZS, lahir di Tanjungkarang, Lampung. Buku puisi terbarunya: Pagi Lalu Cinta (2015) dan yang segera terbit: Jalan Sunyi.
Fajar Sumatera, Jumat, 31 Juli 2015
No comments:
Post a Comment