Friday, October 2, 2015

Rumah yang Terbelah

Cerpen Mashdar Zainal


JENNY tak bisa berhenti memikirkan Mama dan Papa yang selalu bersikap aneh satu sama lain. Mama sangat menyangi Jenny, Papa juga sangat menyayangi Jenny, tapi Mama dan Papa tak pernah bisa menyayangi Jenny secara bersamaan.

Rumah kecil itu dihuni tiga orang: Mama, Papa, dan Jenny. Di rumah itu ada tiga kamar, satu kamar utama—yang seharusnya menjadi kamar Mama dan Papa, satu lagi kamar untuk Jenny, dan satu lagi kamar untuk tamu. Papa lebih suka tidur di kamar tamu atau kamar Jenny sesekali, daripada tidur satu kamar dengan Mama. Jenny tak ingat kapan terakhir kali Mama tidur satu kamar dengan Papa. Tapi Jenny ingat—Jenny tak akan pernah lupa pada kejadian malam itu, malam ketika di rumah terjadi keributan antara Mama, Papa, dan Om Danar.


Ketika itu, sebenarnya Jenny sudah tertidur, namun setelah mendengar suara berisik di ruang depan, Jenny jadi terbangun. Ketika Jenny membuka pintu, Jenny tercekat dan tak berani membuka pintu lebih lebar lagi. Dari balik pintu yang sedikit terbuka, Jenny melihat Papa berteriak-teriak sambil memukuli Om Danar. Jenny juga baru tahu kalau Om Danar ada di rumahnya. Karena ketika Mama mengantar Jenny tidur beberapa jam sebelumnya, tak ada siapa-siapa di rumah kecuali Mama dan Jenny. Jenny juga bingung, kata Mama, Papa dinas keluar kota dan baru pulang besok sore, tapi malam itu Papa sudah ada di rumah.

Jenny bergidik ngeri melihat hidung Om Danar mengeluarkan darah. Jenny juga menyaksikan Papa menyeret Om Danar sampai depan pintu dan kemudian membanting pintu keras-keras. Jenny benar-benar takut, ia tak pernah melihat Papa semarah itu.

Setelah Om Danar pegi, Jenny silih melihat Mama dan Papa yang saling berteriak dan saling memarahi. Dari balik pintu Jenny juga melihat Mama menuding-nuding kamar Jenny. Ketika itulah Jenny sangat takut, takut kalau-kalau ia ketahuan mengintip. Maka, Jenny segera berlari ke ranjangnya dan pura-pura tertidur. Beberapa menit berselang, Papa memasuki kamar Jenny—Jenny masih pura-pura tertidur. Papa mencium kening jenny sambil menangis. Mungkin sejak itulah Papa tak pernah lagi tidur satu kamar dengan Mama.

***

Kamar Jenny terletak persis di sebelah kamar Mama, di sayap sebelah kiri. Sedangkan kamar tamu—yang kini sudah menjadi kamar Papa, berada di depan kamar Jenny, di sayap sebelah kanan. Dan semenjak kejadian malam itu, Papa tak pernah banyak bicara pada Mama, begitu juga sebaliknya. Papa juga tak pernah lagi makan di meja makan, Papa lebih suka makan di depan tivi. Sambil menonton berita katanya. Jenny benar-benar tak tahu apa yang terjadi dengan Mama dan Papa. Tapi melihat perilaku Mama dan Papa, Jenny tahu bahwa mereka berdua sudah tidak bersahabat. Orang yang tidak bersahabat memang seperti itu. Seperti Figo dan Rani—kawan sekelas Jenny yang tak pernah sudi saling menolong satu sama lain, bahkan mereka tak saling sapa.

Jenny takut, jika kemudian Mama dan Papa saling pukul dan saling mencelakai, seperti yang dilakukan Figo pada Rani tempo hari. Rani harus dilarikan ke rumah sakit karena Figo menusuk lengan Rani dengan pensil runcing yang baru diraut. Mengerikan. Benar-benar mengerikan. Jenny tak bisa membayangkan jika hal semacam itu terjadi pada Mama dan Papa. Ketika Papa tidur di kamar Jenny, Jenny pernah bertanya kepada Papa, mengapa Papa dan Mama tak tidur satu kamar lagi. Dan Papa tak langsung menjawab, Papa hanya memejamkan mata sambil memeluk Jenny erat-erat.

“Papa dan Mama harus belajar sesuatu, Sayang, dan karena itulah Mama dan Papa harus berpisah,” kata Papa kemudian.

Lagi-lagi Jenny tak paham, berpisah seperti apa yang dimaksudkan Papa, apakah berpisah kamar seperti sekarang ataukah berpisah yang lainnya. Namun, beberapa hari terakhir Mama dan Papa tampak akrab, mereka acap keluar rumah bersama-sama—tanpa mengajak Jenny. Ketika Jenny bertanya Mama dan Papa mau pergi ke mana, mereka bilang, mereka ada urusan di pengadilan.

Beberapa hari kemudian, tiba-tiba Mama mengajak Jenny berbicara empat mata. Kata Mama, sebentar lagi Papa akan pindah dari rumah ini. Artinya, Papa akan tinggal di rumah yang lain, sementara Mama dan Jenny akan tetap tinggal bersama di rumah yang sekarang. Jenny benar-benar sedih mendengar itu. Tapi Jenny juga tak tahu apa yang bisa ia lakukan. Maka. Jenny pun bertanya pada Mama, “Mengapa Papa harus pindah rumah?”

Dan Mama, dengan mata berkilat-kilat segera menjawab, “Bukankah Papamu sudah mengatakannya padamu, bahwa Mama dan Papa harus belajar sesuatu, dan untuk belajar sesuatu itu, Mama dan Papa tak bisa bersama-sama lagi…”

Jenny masih belum paham dengan apa yang dikatakan Mama, Jenny hanya bisa menyimpulkan bahwa Mama dan Papa akan berpisah. Ya, berpisah. Dan semenjak itu, Jenny tak pernah bisa tidur dengan nyenyak, ia kerap didatangi mimpi-mimpi yang aneh. Jenny kerap menjerit dan menagis dalam tidurnya.

Dalam tidurnya Jenny melihat rumah yang sekarang ia tempati terbelah menjadi dua. Papa mediami rumah di sebelah kanan, dan Mama mendiami rumah di sebelah kiri. Sedangkan Jenny, ia terperosok ke dalam jurang hitam tak berdasar yang menganga di antara rumah yang terbelah menjadi dua itu.n

Malang, 2014


Fajar Sumatera, Jumat, 2 Oktober 2015

No comments:

Post a Comment