Ibu
Ibu di sinilah kami berdiri
Dengan kerontang perut yang nyaring seperti kendang
Dengan tangis bayibayi yang terlahir dalam beban hutang
Ibu di sinilah kami berdiri
Menyanyikan nasib sial
Dan ulah anakanakmu yang nakal
Kami kencing sembarang
Yang lainnya kencing berlari dan tungganglanggang
Ibu di sinilah kami berdiri
Di gembur subur tanahmu
Yang tak dapat lagi kami tanami
Bahkan sekadar ketela ataupun ubi
Kami akan nyanyikan lagumu dengan Irama busung lapar
Retak tulang dan mayat terkapar
Ibu di sinilah kami berdiri
Di antara resah jalanan
Dan anakanak yang gemetaran di kolong jembatan
Kami akan rubuhkan gedunggedung sekolah
Dan memintamu membangun ribuan pabrik
Agar punggung anakanak kami terbiasa menahan beban
Ibu di sinilah kami berdiri
Di atas merah darah dan putih tulangamu
Kami akan mengubur anakanak kami sendiri
Sebab mungkin nanti lubang kuburpun tak sanggup kami beli
bi'15
Lingkar Waktu
~Denis Hilmawati Laila Al Qadar
Ya, suatu hari nanti
Tak ada bisa memastikan
Siapa yang akan pergi atau meninggalkan
Siapa yang akan tetap menetap dan ditinggalkan
Waktu adalah lingkar antara kehidupan dan kematian
Sedang kita adalah jarumjarum jam
Yang sama sekali tak mempunyai pilihan
Kapan harus berjalan
Kapan harus berhenti dan diam
bi'15
Menggambar Bayang-bayang
~ Mutiara Akbar
Pagi yang di basahi cahaya kemerahan itu
Memanggil kicau burung-burung
Mengajaknya bermain
Menyanyikan suara hati
Dan menggambar bayang-bayang
Dari pantulan matahari
Bangunlah anak perempuanku sayang
Dan biarkan hantu-hantu
Yang menggerayangi tidurmu itu pergi
Biarkan mereka pergi
Membawa seluruh malammu yang gelap
Seluruh harap dan impianmu yang lembab
Bangun dan ikutlah bermain
Nyanyikan suara di dadamu dengan senang
Dan gambarlah bayang-bayang
Gambarlah bayang-bayang sesuka hatimu
bi'15
Di Sore yang Basah
Di sore yang basah
Burungburung gereja resah
Mematuki remah jejak di halaman rumah
Siapakah yang memulai perjalanannya hari ini
Yang pergi dan tak kunjung kembali?
Angin hinggap di tangkai belimbing
Menghayati hening
Daundaun yang perlahan tua dan menguning
Di sore yang basah
Burungburung gereja resah
Merangkum kisah
Perjalanan yang tak sudahsudah
Sebelum turun angin
Meluruhkan cuaca yang dingin dan daundaun yang menguning
Tapi tak ada yang pernah bisa memastikan
Luruh cuaca dingin dan daundaun yang menguning itu
Dikarenakan angin atau ingin?
bi'15
Rumah
Di rumah ini
Di setiap dindingnya
Tak ada lagi gambar perahu
bunga atau pun kupukupu
Tak ada lagi coratcoret aksara
Dan angkaangka yang tak sempurna
Tak ada lagi nama caca dan tiara
Tertulis di sana
Di rumah ini
Tak ada lagi terdengar tangis yang manja
Dan anakanak yang tertawa
Tak ada lagi lagu taman kupukupu yang resah
Suara gelas dan piring pecah
Tak ada lagi boneka Barby dan hello kitty
Tak ada lagi mainan
Dan sobekan kertas berserakan
Di rumah ini
Tinggal detak jam yang tersisa
Seperti kaca yang memantulkan bayangan usia
Dan Ruangruang sepi
Yang bicara sendirisendiri
bi'15
--------
Robi Akbar, lahir 3 Oktober 1978. Menulis sejak 1998, karyanya pernah di muat di beberapa media dan antologi bersama.
Fajar Sumatera, Jumat, 2 Oktober 2015
Ibu di sinilah kami berdiri
Dengan kerontang perut yang nyaring seperti kendang
Dengan tangis bayibayi yang terlahir dalam beban hutang
Ibu di sinilah kami berdiri
Menyanyikan nasib sial
Dan ulah anakanakmu yang nakal
Kami kencing sembarang
Yang lainnya kencing berlari dan tungganglanggang
Ibu di sinilah kami berdiri
Di gembur subur tanahmu
Yang tak dapat lagi kami tanami
Bahkan sekadar ketela ataupun ubi
Kami akan nyanyikan lagumu dengan Irama busung lapar
Retak tulang dan mayat terkapar
Ibu di sinilah kami berdiri
Di antara resah jalanan
Dan anakanak yang gemetaran di kolong jembatan
Kami akan rubuhkan gedunggedung sekolah
Dan memintamu membangun ribuan pabrik
Agar punggung anakanak kami terbiasa menahan beban
Ibu di sinilah kami berdiri
Di atas merah darah dan putih tulangamu
Kami akan mengubur anakanak kami sendiri
Sebab mungkin nanti lubang kuburpun tak sanggup kami beli
bi'15
Lingkar Waktu
~Denis Hilmawati Laila Al Qadar
Ya, suatu hari nanti
Tak ada bisa memastikan
Siapa yang akan pergi atau meninggalkan
Siapa yang akan tetap menetap dan ditinggalkan
Waktu adalah lingkar antara kehidupan dan kematian
Sedang kita adalah jarumjarum jam
Yang sama sekali tak mempunyai pilihan
Kapan harus berjalan
Kapan harus berhenti dan diam
bi'15
Menggambar Bayang-bayang
~ Mutiara Akbar
Pagi yang di basahi cahaya kemerahan itu
Memanggil kicau burung-burung
Mengajaknya bermain
Menyanyikan suara hati
Dan menggambar bayang-bayang
Dari pantulan matahari
Bangunlah anak perempuanku sayang
Dan biarkan hantu-hantu
Yang menggerayangi tidurmu itu pergi
Biarkan mereka pergi
Membawa seluruh malammu yang gelap
Seluruh harap dan impianmu yang lembab
Bangun dan ikutlah bermain
Nyanyikan suara di dadamu dengan senang
Dan gambarlah bayang-bayang
Gambarlah bayang-bayang sesuka hatimu
bi'15
Di Sore yang Basah
Di sore yang basah
Burungburung gereja resah
Mematuki remah jejak di halaman rumah
Siapakah yang memulai perjalanannya hari ini
Yang pergi dan tak kunjung kembali?
Angin hinggap di tangkai belimbing
Menghayati hening
Daundaun yang perlahan tua dan menguning
Di sore yang basah
Burungburung gereja resah
Merangkum kisah
Perjalanan yang tak sudahsudah
Sebelum turun angin
Meluruhkan cuaca yang dingin dan daundaun yang menguning
Tapi tak ada yang pernah bisa memastikan
Luruh cuaca dingin dan daundaun yang menguning itu
Dikarenakan angin atau ingin?
bi'15
Rumah
Di rumah ini
Di setiap dindingnya
Tak ada lagi gambar perahu
bunga atau pun kupukupu
Tak ada lagi coratcoret aksara
Dan angkaangka yang tak sempurna
Tak ada lagi nama caca dan tiara
Tertulis di sana
Di rumah ini
Tak ada lagi terdengar tangis yang manja
Dan anakanak yang tertawa
Tak ada lagi lagu taman kupukupu yang resah
Suara gelas dan piring pecah
Tak ada lagi boneka Barby dan hello kitty
Tak ada lagi mainan
Dan sobekan kertas berserakan
Di rumah ini
Tinggal detak jam yang tersisa
Seperti kaca yang memantulkan bayangan usia
Dan Ruangruang sepi
Yang bicara sendirisendiri
bi'15
--------
Robi Akbar, lahir 3 Oktober 1978. Menulis sejak 1998, karyanya pernah di muat di beberapa media dan antologi bersama.
Fajar Sumatera, Jumat, 2 Oktober 2015
No comments:
Post a Comment