Iman
serupa laut yang pasang dan surut
dengan deburnya membersitkan haru
perasaan pun membukit dan melembah
di antara gemuruh tafsir cuaca
angin dunia rajin mengirim ucapan
seperti belai kekasih lekapkan hangat
memerangkap napas hari hari
ke dalam pagut degup yang lena
di sepanjang pantai usia
tuhan
terlupa dalam suka
tersebut dalam duka
Purworejo, 2014
Bacakan Sajakku
bacakan sajakku sekali lagi
akan kusimak dari kejauhan ruang
yang seolah terpisah pandang
namun pasti kutangkap gema dari
jejarum waktu yang bergetar
karena zaman makin terik dengan serbuan keinginan
biarlah kucari relung sunyi di tepian
meskipun kerap tersapih dari cuaca
namun masih dapat kucium kemurnian hawa
dari tikaman debu dan kelindan gemuruh
sumbang kekinian
karena aku ingin kata kata mekar di bibirmu
dan wangi kesturi memancar dari aura teduhmu
bacakan sajakku sekali lagi
biar senja lebih lama matang
dan malam tiba dengan roman terang
Bekasi, 2014
Mata Puisi
ia tak berpaling, matanya menatap tajam ke wajahmu
ketika engkau memandangnya dengan kerut dan dalam
ia pun seperti mencari lekuk, gerak dan deru
seperti yang ingin kaupetik darinya bersama diam
tak letih jua ia membaca pendar gelisahmu
meskipun cukup pelik dan renik lorong keraguanmu
yang penuh dengan angin terka dan tafsir
dalam semburat cahaya yang temaram dan sumir
tak ada yang lunas, tak pernah mengenal tuntas
seperti menguras air di luas lautan
makna makna berkejaran di ombak waktu, membias
pacu getar letupan, mata mengejar pertemuan lanjutan
Jakarta, 2014
Bayang Bayang Kematian
sekonyong konyong hinggap aroma kecut
dada menciut, saat memandang kesendirian
sedangkan batinku masih dikepung kalut
melintas bayangan akan batas waktu yang dijanjikan
tak seperti wajah kemarin yang selalu syahdu
hari ini aku merasa berjalan terlalu cepat
hambar rasa, raib manis dari lelehan madu
lidah pun kian gagap mengeja untaian ayat
kularikan kerisauanku pada wirid tak terucapkan
doaku pun terbata pada sesak cinta menyebut tuhan
meminta tunda kedatangan sebab gamangku pada tabiat
namun segala isyarat mengatakan ia terus saja mendekat
Bekasi, 2014
Di Lubuk Sepi
aku mendengar bait bait puisi yang gaib
menetes dari hulu malam
setiap tetesnya memekarkan ladang
penempuhan. meletupkan spora aurora
di lingkar cakrawala tubuhku
lalu beraneka rona kilasan warna
berkelindan. berebut muka seperti desiran
pancaroba. mencipta panorama yang rinai
dengan suntingan harum metafora
memendarkan putik ruang-waktu
perlahan lahan serasa
ada pijar menguar dari tubuh rahasia
yang membubung melayang
mengejar gema rima
memburu rumpun nada
yang purba
hingga titian sutra bunyi
sedemikian pelan mengendap ke sunyi
2012
--------------------
Budhi Setyawan, lahir di Purworejo, Jawa Tengah, 9 Agustus 1969. Berkegiatan di Sastra Reboan dan Forum Sastra Bekasi (FSB). Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.
Fajar Sumatera, Jumat, 4 Desember 2015
No comments:
Post a Comment