Lirik Embun
Bila matahari bangkit dan membuka matamu
Embun akan masih termangu di tampuk daun itu
Menunggu angin memukulnya jatuh ke tanah
Atau hawa hangat mengawangkannya ke udara
Di mana jejaknya kemudian menjadi pertanda
Kau terakan dalam cerita-cerita begitu sederhana
Atau mendekam sementara saja dalam ingatan
Lalu lesap oleh ingatan lain membuatnya terlupa
Beranda, 2015
Seutas Tali
Ulurkan seutas tali perlahan
Untuk menduga kedalaman sumur
Di tengah pesawahan ini, selagi
Badan belum jadi terjatuh
Oleh angin membadai
Sebenarnya seberapa dalam
Dan rapatkah sumur menyimpan
Sejuk airnya? Bisakah terjangkau
Oleh tangan kita hampir terkulai
Sebab deraan dahaga ini?
Perlahan ulurkan seutas tali
Senyampang masih tersisa tenaga
Untuk meyakini kedalamannya
Sebelum lantas dengan terpaksa
Kita lepaskan sebuah sepatu
Dan menjadikannya seolah timba!
Beranda, 2015
Ranting Layu
Panas yang demikian tajam
Menjadikan ranting-ranting pohon itu
Layu. Lunglai menyentuh rasa pedih
Di kedalaman dada kau aku
Hingga bibir kau aku bergetaran
Menggumamkan elegi panjang ihwal
Panas demikian tajam yang bisa
Menghantar pada kematian
Beranda, 2015
Gerumbul Bambu
1
Susurilah jalan menurun menuju
Selatan itu, akan kau temukan
Gerumbul bambu. Sebuah kehijauan
Sebelum sampai ke sawah
Suara-suara ritmis akan berarak
Dari sana menuju rongga telingamu
Manakala baris-baris angin bebas
Meliukkan ranting-rantingnya
Gerumbul bambu akan segera
Menyambutmu bila terus kau susuri
Jalan menurun itu. Parasnya hijau
Bagai hari-hari masa kecilmu
2
Pucuk-pucuk daun yang runcing
Melambai ke sana ke mari
Di musim berangin ini. Menangkup
Sulur-sulur cahaya matahari
Seperti sebuah doa, gerumbul
Bambu itu melayarkan suara-suara
Berirama di akhirnya. Simaklah
Getarnya yang merasuk jiwa
Gerumbul bambu. Terus saja
Merimbunkan batang-batang dan
Daun-daunnya. Tataplah lekat
Betapa niscaya meneduhkan mata
Beranda, 2015
Tatap Mata
Tapi hati kemudian jadi tergetar
Oleh tatap mata yang kau lepaskan
Bagai kuntum bunga bergoyangan
Oleh hembusan angin petang
Yang menuturkan cerita-cerita biru:
Esok akan banyak turun gerimis
Menyalangkan keelokan warnanya
Usai debu-debu itu terbasuh
Beranda, 2015
---------
Hidayat Jasn, kelahiran Jepara, 28 Agustus 1976. Saat ini tinggal dan beraktivitas di kota kelahirannya.. Sejumlah sajak di berbagai media dan antologi bersama.
Fajar Sumatera, Jumat, 29 Januari 2016
Bila matahari bangkit dan membuka matamu
Embun akan masih termangu di tampuk daun itu
Menunggu angin memukulnya jatuh ke tanah
Atau hawa hangat mengawangkannya ke udara
Di mana jejaknya kemudian menjadi pertanda
Kau terakan dalam cerita-cerita begitu sederhana
Atau mendekam sementara saja dalam ingatan
Lalu lesap oleh ingatan lain membuatnya terlupa
Beranda, 2015
Seutas Tali
Ulurkan seutas tali perlahan
Untuk menduga kedalaman sumur
Di tengah pesawahan ini, selagi
Badan belum jadi terjatuh
Oleh angin membadai
Sebenarnya seberapa dalam
Dan rapatkah sumur menyimpan
Sejuk airnya? Bisakah terjangkau
Oleh tangan kita hampir terkulai
Sebab deraan dahaga ini?
Perlahan ulurkan seutas tali
Senyampang masih tersisa tenaga
Untuk meyakini kedalamannya
Sebelum lantas dengan terpaksa
Kita lepaskan sebuah sepatu
Dan menjadikannya seolah timba!
Beranda, 2015
Ranting Layu
Panas yang demikian tajam
Menjadikan ranting-ranting pohon itu
Layu. Lunglai menyentuh rasa pedih
Di kedalaman dada kau aku
Hingga bibir kau aku bergetaran
Menggumamkan elegi panjang ihwal
Panas demikian tajam yang bisa
Menghantar pada kematian
Beranda, 2015
Gerumbul Bambu
1
Susurilah jalan menurun menuju
Selatan itu, akan kau temukan
Gerumbul bambu. Sebuah kehijauan
Sebelum sampai ke sawah
Suara-suara ritmis akan berarak
Dari sana menuju rongga telingamu
Manakala baris-baris angin bebas
Meliukkan ranting-rantingnya
Gerumbul bambu akan segera
Menyambutmu bila terus kau susuri
Jalan menurun itu. Parasnya hijau
Bagai hari-hari masa kecilmu
2
Pucuk-pucuk daun yang runcing
Melambai ke sana ke mari
Di musim berangin ini. Menangkup
Sulur-sulur cahaya matahari
Seperti sebuah doa, gerumbul
Bambu itu melayarkan suara-suara
Berirama di akhirnya. Simaklah
Getarnya yang merasuk jiwa
Gerumbul bambu. Terus saja
Merimbunkan batang-batang dan
Daun-daunnya. Tataplah lekat
Betapa niscaya meneduhkan mata
Beranda, 2015
Tatap Mata
Tapi hati kemudian jadi tergetar
Oleh tatap mata yang kau lepaskan
Bagai kuntum bunga bergoyangan
Oleh hembusan angin petang
Yang menuturkan cerita-cerita biru:
Esok akan banyak turun gerimis
Menyalangkan keelokan warnanya
Usai debu-debu itu terbasuh
Beranda, 2015
---------
Hidayat Jasn, kelahiran Jepara, 28 Agustus 1976. Saat ini tinggal dan beraktivitas di kota kelahirannya.. Sejumlah sajak di berbagai media dan antologi bersama.
Fajar Sumatera, Jumat, 29 Januari 2016
No comments:
Post a Comment