Friday, January 15, 2016

Sajak-sajak Husen Arifin

Di Studio Jeihan

kau membaca isi di kepalaku
dengan baik-baik dan hati-hati
sebelum suasana ramai sekali

kau yang menuntun diriku
menuju ruang baru
seperti labirin biru
lalu kau genggam tanganku
dan berlari-lari ke dalam lorong waktu

ah, tetapi aku mengenalimu
sebagai buku-buku
yang kubaca lewat ritualku
di setiap hari Rabu

dalam lembaranmu
sungguh ada cinta yang berkelindan bagai ibu
menghangatkan tubuhku

Bandung, 2015



Pendekar Kebahagiaan

ketika berkelebat ingatan
kepada cinta yang bertarung melawan
hawa nafsu dan dukacita berkepanjangan
ambillah pedang pencakar langit

dari dalam tubuh tabib yang berhasil
mengawal kesetiaan lebih 50 tahun
sambil mengucapkan doa penakluk
agar akhirnya musuh takluk

sehingga kau mudah mengingat
betapa sedih itu pasti menyayat
tampak kau takut pada kegagalan
bahkan sudah tertanam dalam kepala tangan

jadikanlah mata pendekarmu
melampaui ratapanmu yang kelabu
melihat cinta di atas bulan
dan mengamati kenangan
yang berujung lebih tua dari usiamu

Bandung, 2015




Cium Kopiah Glenmore


bukan bibir yang dibubuhi gula
atau tangan putih membelai kepala
sehingga meresap ke tenggorokan

bahkan kancing tak harus lepas
dan celana pendek kecil bisa
waspada tetapi segera hilang
dari peredaran pandangan

maka sudahi petualanganmu
bila terdapat di kopiahmu
cerita agung dan abadi
cium dan kulum

Bandung, 2015



Sarung yang Merahasiakan Masa Depan


aku memiliki cara melipat
kertas putih menjadi pesawat
yang menembus ke langit tujuh
dan membawakan pintu surga separuh
berwarna putih dan beberapa apel merah

aku bisa mengutus pesawat itu
menjadi kuda-kuda berkaki emas
yang berperang melawan nama buruk
di dunia yang kelam nan hitam

namun aku merasa asing ketika bersarung
seperti rahasia di kepala terpasung
aku tak mampu merdeka untuk melompat
dari kuda, bahkan kakiku sangat berat

setiap aku ingin melangkah
maka kulipat sarungku
yang merahasiakan masa depan
dengan kuterbangkan
bersama pesawat kertasku

Bandung, 2015



Pasarku 

kepada penjual apa pun
jangan membunuh diri
meski urusan sekotak nasi
juga dompet tetap tak terisi

kepada pembeli apa pun
jadikanlah sabar
sebagai penunjuk radar
bukan semata urusan perut besar

kenyataan sejauh ini
aku menyaksikan pasar ramai
lantaran daging tak sepi
dan baju juga tak sepi
dan sayur-sayur pun bersemi

Bandung, 2015



-----------------
Husen Arifin, lahir di Probolinggo 28 Januari 1989. Karya-karyanya dimuat di berbagai media dan antologi bersama. Pernah meraih penghargaan dalam Lomba Cipta Puisi Thulabi Club Bandung (2007), Lomba Cerpen Tingkat Nasional IPB (2011), Lomba Cerpen Islami Se-Jawa Timur di ITS (2011), Lomba Cipta Cerpen tingkat Nasional STF Al-Farabi Malang (2013), dan Lomba Cipta Cerpen tingkat Nasional UIN Sunan Gunung Djati Bandung (2014). Kumpulan cerpennya: Lampion (2014).


Fajar Sumatera, Jumat, 15 Januari 2016

No comments:

Post a Comment